JEMBER, Exposeupdate.com – Selasa, (12/10/2021). Merasa dirugikan, Silvia Ramadhani datangi Lembaga Bantuan Hukum Gerakan Perjuangan Rakyat (LBH GPR) Jember. Silvia Ramadhani adalah ahli waris dari G. Mian P. Adis yang semasa hidupnya memiliki sebidang tanah yang di atasnya berdiri sebuah rumah tinggal. Dan berdasarkan penulusuran dan fakta di lapangan LBH GPR menemukan kejanggalan atas penagihan hutang kepada Silvia Ramadhani (30) alamat Kelurahan Kranjingan Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember.
Silvia adalah anak dari almarhum G. Mian P. Adis alias di Kartu Tanda Penduduk (KTP) tertulis Sami’an. Ikhwal tagihan itu karena selama ini Silvia mengusai obyek tanah dan rumah berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dijaminkan di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bima Hayu yang berdomisili di bilangan jalan Rambipuji, Balung.
Naifnya SHM yang dijaminkan oleh Lutfi sejak awal tahun 2019 itu tanpa surat kuasa dari Sami’an selaku pemilik tanah asal.
Dia merasa kaget atas kedatangan karyawan BPR hendak memasang banner bahwa tanah dan rumah itu atas penguasaan BPR karena Lutfi tidak melanjutkan cicilan pembayaran. Atas peristiwa tersebut, Silvia Ramahani meminta pendampingan hukum kepada LBH GPR.
Hamidi Manaf selaku Koordinator tim LBH GPR kepada media ini menjelaskan, bahwa kliennya tidak pernah memberikan hibah kepada orang lain. Tetapi sebaliknya Sami’an semasa hidupnya telah menghibahkan kepada Silvia Ramadhani. Hal tersebut dikuatkan oleh Akta Hibah Nomor: 75 Tahun 2019 dan ditandatangani oleh pejabat PPATS, Drs Iswandi sebagai Camat Sumbersari. Tanah tersebut tercatat pada Nomor 74, Blok D II, Petok C Nomor 1923 dengan luas 360 m2. Hibah itu atas persetujuan istrinya yakni Nasifah.
Masih kata Hamidi, tanah tersebut sebelumnya sudah bersertifikat Hak Milik atas nama G. Mian Bin P. Adis, alias Sami’an. Kemudian, dengan alas hak Akte Hibah, Silvia bermaksud mengajukan permohonan pembuatan Sertifikat. Namun demikian prosesnya tertunda karena obyek dimaksud sudah terbit sertifikat baru atas nama Lutfi (almarhum), atas dasar Akte Hibah.
Sementara Lutfi dan Sami’an tidak ada hubungan keluarga atau garis keturunan dari Sami’an. Diduga kuat dalam proses peralihan hak dari Sami’an kepada Lutfi, pihak BPR Bima Hayu turut memberikan saran kepada Lutfi. Hal itu diperkuat dengan kedatangan pihak BPR ke rumah Sami’an dan meminta Kartu Tanda Penduduk (KTP) lalu diabadikan melalui camera handphone. Dan belakangan obyek itu diketahui sudah bersertifikat atas nama Lutfi.
“Baik Sami’an dan anaknya tidak pernah mengalihkan status tanah tersebut. Dan selama hidupnya tidak pernah menghadap notaris. Bahkan saat Sami’an menerima kadatangan orang BPR Bima Hayu dia dalam kondisi sakit dan dari kamar harus dibopong keruang tamu. Jadi peralihan hak yang diawali Akte Hibah itu cacat formil dan tidak sah. Untuk itu kami akan lakukan upaya hukum, sehingga kedudukan hukumnya akan menjadi terang,” ujar Hamidi Manaf.
Sementara Sugianto, pimpinan BPR Bima Hayu saat dikonfirmasi mengaku tidak tahu kalau sertifikat yang dijaminkan oleh debitur atas nama Lutfi itu milik Sami’an. “Saya tidak tahu kalau sertifikat yang dijaminkan oleh Lutfi itu milik Sami’an. Sekira awal tahun 2019 sertifikat itu dalam proses peralihan hibah melalui Notaris Ahmad Saleh dan saat mengajukan ke kami memakai cover note,” Jawab Sugianto.
Dilain pihak, Divisi Pemerhati Transaksi Perbankkan dari Lembaga Investigasi Nasional, Moh Basyori Syah, menyayangkan atas terjadinya dugaan manipulasi proses peralihan hak sertifikat itu. Dan jika ada keterlibatan dari pihak BPR Bima Hayu maka harus diusut tuntas. Jika diperlukan maka harus dilaporkan ke Bank Indonesia (BI)
“Kasus ini harus diusut tuntas. Karena jika tidak ditemukan titik terang maka akan menimbulkan kerugian pada orang yang bukan debitur atau bukan nasabah BPR yang besangkutan. Jika terdapat manipulasi data maka itu masuk ranah pidana dan harua dilaporkan kepada pihak berwajib,” sergah Moh Basyori Syah. (SM)