TOLITOLI, Exposeupdate.com – Jum’at, (05/11/2021). Bahwa berdasarkan laporan dari masyarakat dan hasil laporan LHP BPK RI tahun 2020 terkait maladministrasi, kami LAKPESDAM NU Tolitoli melakukan penelusuran terhadap masalah tersebut.
Setelah sekitar seminggu tepatnya pada tanggal 4 Agustus kami melaporkan kasus tersebut di Kejaksaan Negeri Tolitoli, namun setelah beberapa hari kemudian kasus tersebut langsung diambil alih oleh pihak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.
Perlu kami sampaikan dalam hasil kajian kami dan penelusuran yang kami lakukan, bahwa dalam proses penyaluran dana bansos sembako masyarakat terdampak covid-19 kami menilai terjadi penyalahgunaan wewenang yang berdampak pada kerugian negara. Bentuk bentuk dugaan pelanggaran tersebut antara lain;
1. Bahwa Bank Sulteng cabang Tolitoli mentransferkan dana CSR tersebut kepada Dinas Sosial. Transfer ini dilakukan atas dasar permintaan pemeritah daerah yang ditanda tangani oleh Sekretaris Daerah, atas nama Bupati Tolitoli, berdasarkan surat no. 875.1/2402/bag.ekosda tanggal 22 Juli 2020. Dalam surat tersebut Sekda memerintahkan Dinas Sosial menjadi pihak yang menerima dan mendistribusikan bansos dalam bentuk sembako tersebut (temuan BPK RI). Dengan kata lain bahwa Bank Sulteng diminta mentransfer dana CSR tersebut langsung ke Dinas Sosial. Kemudian pada tanggal 29 Juli 2020 tahap 1, Dana CSR tersebut ditransfer sebesar Rp. 532.652.497,00 dan tahap 2 sebesar Rp. 484.747.959,00. Jadi total anggaran tersebut sebesar Rp. 1.017.400.456,00. Disinilah awal terjadi permasalahan, dimana seharusnya dana tersebut masuk dulu sebagai penerimaan di BUD, namun dana tersebut tidak diperlakukan sebagaimana Permendagri No. 33 Tahun 2019 tentang penyusunan APBD Tahun 2020, dimana dana tersebut masuk kategori lain-lain pendapatan daerah yang sah. Sebagaimana yang kami ketahui bahwa dana dari pihak ketiga masuk kategori dana hibah, seharusnya pihak Pemda Tolitoli memperlakukan Dana tersebut sesuai dengan aturan hibah. Anehnya, Dana itu telah diketahui oleh BKAD namun hal itu seakan akan dibiarkan, sehingga pihak BKAD terkesan tidak mengetahuinya. Padahal aturan tentang penyusunan APBD sudah mereka ketahui.
2. Bahwa di dalam proses kontrak telah melanggar peraturan Kepala LKPP No. 13 Tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa dalam penanganan keadaan darurat. Dimana dalam kontrak tidak memuat jangka waktu pelaksanaan dan rincian nilai kontrak. Dokumen tersebut tidak merinci jenis, kuantitas, serta harga satuan untuk masing masing barang. Dokumen kontrak hanya menyebutkan nilai kontrak secara total. Sehingga kami menilai ini adalah akal akalan semata. Sejalan dengan pandangan penilaian BPK RI, kami menilai bahwa Pemda telah Pasal 6 peraturan Kepala LKPP No. 13 tahun 2018 dimana mulai dari perencanaan, proses penyaluran dan pembayaran telah melanggar ketentuan dan kami LAKPESDAM NU menilai ini total loss. Salah satu contoh penelusuran kami dan beberapa media online yang sudah diberitakan bahwa pada tahap 2 kontrak dibuat pada tanggal 7 Desember 2020, namun pembayarannya sudah dilakukan sebelum kontrak dibuat yaitu tanggal 2 Desember 2020 dan lebih miris lagi pembayaran tahap 2 dilakukan Dinas Sosial, dari rekening Dinas Sosial ke rekening pribadi seseorang.
3. Dana bansos covid-19 dan Bank Sulteng Tolitoli tidak dilakukan post audit oleh inspektorat. Bahwa kegiatan penyaluran dana bansos covid-19 dari Dana CSR Bank Sulteng tidak diketahui keberadaannya atau tidak ada review oleh APIP terkait masyarakat penerima bantuan sembako tersebut.
4. Berdasarkan penelusuran kami, bahwa data penerima bansos hanya 5086 orang, dimana masing masing orang mendapat bantuan paket sembako dengan jenis antara lain; Beras 10 Kg, susu 2 kaleng, gula 2 kilo, minyak kelapa 3L. Pada satu paket sembako nialnya 148.000/paket. Data itu juga berdasarkan LHP BPK RI. Dengan data itu, maka kami dari LAKPESDAM NU melakukan cek ke desa, ternyata ada desa yg baru membuat LPJ terkait penerima bansos tersebut.
5. Kemudian setelah pemeriksaan ini bergulir di Kejati Sulteng, kami menerima informasi bahwa inspektorat melakukan pemeriksaan terkait banso tersebut. Padahal kasus ini sudah bergulir di Kejati. Kami tidak mengetahui apa maksud dari pemeriksaan tersebut. Bahkan dalam salah satu media online bahwa terungkap paket sembako itu bernilai Rp. 200.000/paket. Padahal LHP BPK RI bahwa paket itu 148.000/paket. Demikian sedikit gambaran kejadian kasus dugaan penyalahgunaan wewenang yang terjadi di Kabupaten Tolitoli, dengan modus Bansos Covid-19 dari dana CSR Bank Sulteng Tolitoli. Harapan kami pihak Kejagung melakukan supervisi terhadap kasus tersebut. Karena menurut kami, semua dana tersebut tidak benar-benar disalurkan dalam bentuk sembako. Karena di saat bersamaan ada bantuan sembako juga dari bantuan Pemerintah Provinsi Sulteng. (Rumian)