JEMBER, Exposeupdate.com – Selasa (22/02/2022). Inspeksi mendadak atau sidak yang dilakukan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten dan Ketua Komisi B DPRD Jember di lokasi pertambangan batu kapur Gunung Sadeng Puger, menemukan banyak fakta dugaan penyimpangan. Dalam Sidak, Sekdakab Ir Mirfano diikuti oleh sejumlah kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terdiri dari, Asisten Ekonomi dan Pembangunan Edi Budi Susilo, Kepala Perindustrian dan Perdagangan Bambang Saputro, Kasat Pol PP Farouk dan unsur Muspika Kecamatan Puger, Camat, Komandan Koramil Dan Kapolsek Puger. Turut mendampingi tim Sidak yakni 3 Kepala Desa sebagai pemangku wilayah tambang kapur, yakni Desa Grenden, Puger Kulon dan Kepala Desa Puger Wetan.
Sidak yang dilakukan pada Senin 21 Februari 2022 kemarin itu dimaksudkan untuk melakukan identifikasi lahan dan kelengkapan perizinan yang harus dikantongi oleh para pelaku usaha tambang jenis galian C yang terdiri badan usaha berupa Commanditaire Vennootschap (CV) dan Perseroan Terbatas (PT).
Di lokasi tambang tersebut ditemukan berbagai dugaan pelanggaran. Antara lain dugaan terjadinya jual beli Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dan pelaku penambang yang tidak memiliki izin usaha produksi. Di lokasi Sidak tim juga menemukan pemasangan patok yang dilakukan oleh perorangan dan bukan oleh petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Dari sektor tambang galian C itu para penambang mampu memberikan kontribusi kepada pemerintah Kabupaten sebagai penopang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diketahui pada tahun 2021 pajak yang terhimpun dari aktifitas tambang batu kapur sebesar 4,9 milyar rupiah.
Walau demikian Pemda Jember menilai jumlah tersebut masih jauh dari harapan. Karena estimasi yang dilakukan oleh Pemkab bisa mencapai 300 milyar setiap tahunnya.
Tim sidak mengawali inspeksinya pada kantor PT Pertama Mina Sukses Perkasa yang lebih dikenal dengan CV Bangun Arta Group. Di tempat itu Sekda meminta staf CV Pertama Mina Sukses Perkasa untuk menunjukan bukti Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU ) dan bukti pajak yang sudah dibayar.
Di tempat itu petugas menyayangkan minimnya pajak yang dibayar karena dinilai tidak sebanding dengan luasan lahan tambang yang dikuasainya. Didapat keterangan dari Kholik yang menemui rombongan tim sidak menjelaskan, bahwa semua pajak tambang yang dibayar atas tagihan dari petugas Dinas Perindustrian dan Perdagangan sesuai dengan volume yang didapat dari hasil tambang.
“Kami bayar tagihan pajak sesuai dengan catatan Disperindag, mulai jumlah tonase dan besaran pajak yang harus dibayar,” kata Kholik menjawab pertanyaan Sekdakab Ir Mirfano. Dan ternyata minimnya pajak yang dibayar karena sebagian lahan tambang tidak dilakukan pengelolaan mengingat sampai saat ini belum mengantongi perizinan.
Ditempat pelaku tambang lainnya yakni di PT Mahera, tim sidak mendapati pelaku tambang dilokasi lahan PT Mahera yang dikerjakan oleh orang lain yakni CV Panen Raya. Direktur PT Mahera saat dikonfirmasi menjelaskan, bahwa pihaknya melakukan kerjasama operasional dengan cara menyewakan alat kepada CV Panen Raya dimana hasil tambangnya dibeli oleh CV Panen Raya.
“Kami tidak pernah mengalihkan aset tambang kepada pihak lain, tetapi yang kami lakukan adalah kerjasama. Disamping lahan, kami juga menyiapkan alatnya,” terang Yanto direktur PT Mahera.

Temuan lainnya dilahan tambang PT Indolime Mitra Utama. Di lokasi pertambangan itu terdapat jurang yang digenangi air. Indikasinya telah terjadi kerusakan alam. Namun ditempat ini tim sidak tidak bertemu dengan pemiliknya.
Ketua Komisi B DPRD Jember, Siswono menyayangkan atas terjadinya pengerukan lahan yang dinilainya melampaui ketentuan itu.
Setelah dilakukan penelusuran exposeupdate berhasil mengkonfirmasi direktur PT Indolime melalui via telpon seluler. Ia mengakui hal itu terjadi akibat aktifitas tambang yang dia lakukan. Dan dia menganggap wajar atas terjadinya jurang itu dan nantinya akan dilakukan reklamasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam aturan pertambangan.
“Dalam setiap kegiatan pertambangan sudah lumrah terjadi jurang karena ketukan alat berat excavator. Akan tetapi saya berkewajiban untuk mereklamasi. Dan itu akan segera dilakukan,” tandas direktur PT Indolime yang akrab disapa Mas Tri, itu.
Sidak dilanjutkan ke tempat PT Sedaya Berkah Sentosa (SBS) yang lokasinya berbatasan dengan lahan PT Indolime. Di tempat ini tim sidak hanya melihat posko dan alat berat berupa excavator mengingat PT tersebut tergolong baru dan belum melakukan aktifitas.
Selain tambang galian C di area tambang seluas kurang lebih 280 Hektar itu juga terdapat tambang galian B yang ditambang secara ilegal. Sesuai fakta dilapangan, kegiatan tambang ilegal batu mangan itu terdapat di wilayah tambang atas nama Koperasi Rahayu. Lokasi dan nama pemilik tambang yang mengandung batu jenis Mangan itu juga sudah dikantongi oleh tim Sidak. Namun demikian tim tersebut menyentuh lokasi yang sempat menjadi opini itu dengan alasan sudah diserahkan kepada petugas Satuan Polisi Pamong Praja.
“Kalau ada barang buktinya agar Satpol PP melakukan pemeriksaan,” sahut Sekda Mirfano menjawab salah satu peserta Sidak.
Sidak diahiri di kantor PT Gunung Kelabat Citra Abadi yang saat ini juga vakum tidak beraktifitas karena permohonan perizinan di Kementerian ESDM juga belum turun.
Masih ada puluhan CV dan PT yang belum terinspeksi, termasuk PT Imasco Pasifik Raya yang mensuplai bahan baku pembuatan semen oleh PT Semen Imasco Asiatic.
Tumpang tindihnya persoalan itu kembali mendapat sorotan dari angggota Komisi A DPRD Kabupaten Jember, M Holil Asyari. Anggota dewan dari Partai Golkar yang terpilih dari daerah pemilihan (Dapil) 5 itu memberikan penilaian dan pendapat terkait legalitas dan dasar hukum pertambangan khususnya tambang galian C.
Menurutnya, apapun yang dilakukan oleh para penambang harus melalui mekanisme sesuai dengan ketentuan undang-undang dan peraturan dari Kementerian Energi Sumber Daya Alam dan Mineral (ESDM). Menurutnya semua penguasaan pertambangan mineral dan batubara sudah diatur dalam undang-undang nomor 3 Tahun 2020.
“Kewenangan dan penguasaan pertambangan itu sekarang ada di Kementerian ESDM. Jadi jangan sampai regulasi yang dibuat oleh pemerintah daerah menyalahi aturan yang sudah ada. Termasuk aturan dan mekanisme pertambangan yang harus dipenuhi oleh para pelaku tambang,” tandas Holil Asyari.
Anggota dewan 3 periode itu tidak menampik selama ini banyak mendapat keluhan dan aspirasi dari konstituen di wilayahnya. Dari sulitnya mengurus perizinan IUP hingga keluh kesah pelaku tambang tradisonal yang memiliki tungku-tungku pembakaran batu menjadi kapur aktif. Selama ini mereka kesulitan untuk mendapatkan bahan baku.
Hal itu disebabkan sejak tahun 2018 lalu para pengusaha tambang tidak bisa banyak berbuat karena masa berlaku perizinan usaha produksinya sudah habis.
Sementara regulasi tentang pertambangan diambil alih oleh pemerintah pusat dengan leading sektor Kementerian ESDM. Seperti diketahui Undang-undang tentang pertambangan itu sudah 3 kali berganti rezim. Yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967. Dan Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009 serta Undang-undang terbaru Nomor 3 Tahun 2020 tentang pertambangan yang penguasaannya oleh Kementerian ESDM Pusat.
Kholil Ashari berharap penerapan regulasi tentang pertambangan ini tidak menyalahi dasar hukum dan aturan yang mengikat tentang ketentuan pertambangan.
“Termasuk rencana Pemkab untuk menaikan besaran pajak tambang galian C harus mencerminkan keadilan dan tidak terlalu memberatkan. Karena komisi A juga harus mempertanggungjawabkan kepada masyarakat,” tandas Holil Asyari. (SM)