MOROWALI, Exposeupdate.com – Senin, (31/07/2023). Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan asal Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, salah satunya yang terdapat di perairan laut Desa Parilangke Kecamatan Bumi Raya.
Namun sangat disayangkan, nelayan yang membudidayakan rumput laut harus tergerus akibat adanya kawasan industri besar, yakni PT Baoshuo Taman Industri Investment Group (BTIIG).
Pasalnya, tanaman rumput laut terpaksa tamat karena air laut yang bercampur lumpur membuat hasil panen menurun drastis.
Atas kejadian itu, masyarakat pun menuntut kepada pihak perusahaan untuk bertanggungjawab mengganti kerugian yang dialami nelayan budidaya rumput laut tersebut.
Berjalan kurang lebih tujuh bulan, harapan warga pun akhirnya direalisasikan oleh pihak perusahaan, dan warga pun menerima biaya ganti rugi, dengan jumlah total biaya yang dibayarkan kepada warga adalah lebih dari 5 milyar rupiah.
Namun di balik pembayaran itu, terdapat permasalahan yang cukup mengejutkan, dimana kelompok nelayan budidaya rumput laut mengeluhkan adanya pemotongan dana dari pihak Desa, sehingga keberatan pun dilayangkan.
Kepada media ini, salah seorang warga, Bahar mengatakan bahwa dana yang diterima tidak sesuai dengan jumlah yang dihitung dan pemotongan dianggap terlalu besar.
Bahar mengatakan, siap memberikan keterangan kepada pihak Kepolisian agar permasalahan jelas dan terang benderang, yang tentunya dibarengi dengan data-data.
Menanggapi permasalahan itu, Kepala Desa Parilangke, Rastan, kepada media ini membenarkan adanya pemotongan tersebut, namun hal itu dilakukan atas dasar persetujuan masyarakat sendiri yang dibuktikan dengan berita acara yang juga ditandatangani oleh warga saat awal-awal melakukan penuntutan kepada pihak perusahaan.
“Kalau pemotongan memang ada, akan tetapi itu dilakukan atas persetujuan masyarakat itu sendiri yang dibuktikan dengan berita acara hasil rapat dan ditandatangani oleh peserta rapat saat itu,” ungkap Rastan.
Dikatakannya, persetujuan pemotongan 10 persen yang disepakati dilakukan jauh hari sebelum adanya penetapan nilai ganti rugi, yang dananya juga digunakan untuk biaya operasional pengurus.
“Persetujuan pemotongan itu juga dilakukan jauh sebelum adanya penetapan nilai ganti rugi yang disepakati oleh masyarakat dengan pihak perusahaan, itupun digunakan untuk biaya operasional orang-orang yang mengurus segala sesuatunya, dan kalau dikatakan ada untuk diberikan kepada oknum, lembaga, atau institusi tertentu, sampai saat ini pun kami belum pernah melakukannya,” jelas Kades Parilangke.
Sementara, Bendahara Kelompok Tani menjelaskan, untuk tata cara perhitungan adalah sesuai dengan cara yang diminta oleh nelayan budidaya rumput laut sendiri.
“Pada awalnya, pembayaran ganti rugi ini dilakukan sesuai dengan kesepakatan cara perhitungan dari penerima sendiri, tapi belakangan entah kenapa ada lagi protes dari mereka, makanya saya juga heran, dan saya siap jika diminta keterangan terkait masalah ini,” tuturnya.
Terpisah, Kapolres Morowali, AKBP Suprianto yang dikonfirmasi, Senin, (31/7/2023) terkait masalah itu menegaskan, pihaknya akan melakukan pendalaman terhadap kasus tersebut.
“Kalau masalah pemotongan dana, kami masih mendalami melalui pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik, karena masalah tersebut sudah dilaporkan secara resmi ke kami, namun terkait informasi yang menyatakan bahwa Kepolisian menerima bagian dari pemotongan itu, saya selaku Kapolres memastikan bahwa tidak ada pemotongan untuk Kepolisian,” tegasnya.
Di tempat berbeda, anggota Komisi II yang juga Ketua Fraksi Bintang Persatuan DPRD Morowali, Putra Bonewa meminta agar masalah itu segera diselesaikan karena nama lembaga DPRD juga ikut terbawa-bawa, padahal kami tidak tau kemana saja dana itu mengalir. (Bams Ari)